Minggu, 29 April 2012

Sejarah Hukum Agraria Sebelum Berlakunya UUPA

Hukum Agraria Lama Bersifat Dualistis
Pada zaman colonial ada tanah-tanah dengan hak-hak barat, misalnya tanah eigendom, tanah erfacht, tanah postal dan lain-lain, tetapi ada pula tanah-tanah yang dikenal dengan hak-hak Indonesia, misalnya tanah-tanah ulayat, tanah milik, tanah usaha, tanah gogolan, tanah bengkok, tanah agrarich eigendom, dan lain-lain.
Perbuatan-perbuatan hukum yang dapat diadakan mengenai tanah-tanah itu pada asalnya terbatas pada yang dimungkinkan oleh hukum agrarian Barat. Misalnya tanah eigendom tidak dapat digadaikan menurut ketentuan hukum agrarian adat, tetapi hanya dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani politik.
Tanah-tanah Indonesia, yaitu tanah-tanah dengan hak-hak Indonesia, hamper semuanya belum terdaftar, kecuali tanah-tanah agrarisch eigendom (S 1873-38), tanah-tanah milik di dalam kota Yogyakarta (Rijksblad Yogyakarta tahun 1926 No. 13), tanah-tanah milik di dalam kota didaerah Surakarta (Rijksblad Surakarta tahun 1938 No. 14), tanah-tanah grant di Sumatra Timur.
Tidak semua tanah-tanah Indonesia ini adalah tanah-tanah yang mempunyai status sebagai hak-hak asli adat, tetapi ada juga yang berstatus buatan atau ciptaan pemerintah, misalnya tanah agrarisch eigendom yang didasarkan kepada ketentuan ayat 6 pasal 51 LS. Tanah-tanah di Indonesia tunduk pada hukum agrarian adat, sepanjang tidak diadakan ketentuan yang khusus untuk hal-hak tertentu. Misalnya untuk agrarisch eigendom berlaku ketentuan yang dimuat didalam S. 1872-117
Oleh karena itu menurut sifatnya sebenarnya hak tersebut tidaklah lain dari pada hak milik, yaitu hak Indonesia yang subjeknya terbatas pada orang-orang dari golongan Timur Asing, terutama Timur Asing Tionghwa.
Hukum Agraria Barat Berjiwa Liberal Individualitis
Berhubung dengan dianutnya asakonkordansi di dalam penyusunan perundang-undangan Hindia Belanda dulu, maka KUH Perdata Indonesia juga konkordansi dengan Buggerlijk Wetboek Belanda dan Buggerlijk Wetboek Belanda itu disusun berdasarkan Code Civil Perancis, yang merupakan penkodefikasian hukum perdata Perancis adalah Revolusi Perancis tahun 1789.
Ketentuan-ketentuan hukum agrarian berpangkal dan berpusat pada individu serta pengertian hak eigendom sebaik hak atas benda, yaitu tanah yang penuh dan mutlak. Menurut pasal 570 KUHP Perdata, hak eigendom itu adalah hak yang memberi wewenang penuh untuk menikmati penggunaan sesuatu benda (tanah) untuk berbuat bebas terhadap benda (tanah itu dengan kekuasaan penuh, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya yang ditetapkan oleh badan-badan penguasa yang berwewenang dan tidak mengganggu hak-hak orang lain).
Dengan demikian maka hak eigendom yang merupakan pusat dari hukum agrarian Barat itu benar-benar merupakan hak yang memberi wewenang  yang sepenuhnya kepada yang empunya benda (eigenaar) untuk berbuat bebas dengan benda yang bersangkutan. Mengingat apa yang disebutkan di atas ia bebas di dalam mempergunakan atau mengambil manfaat dari benda itu dan iapun bebas untuk yidak mempergunakannya.
Tetapi biarpun demikian pada asasnya jiwanya masih tetap individualitis, sehingga tidak sesuai bahkan bertentangan dengan konsepsi Pancasila tang berjiwa gotong royong dan kekeluargaan, yang menjiwai hukum nasional. Oleh karena itu hukum agraria barat ini pun tidak dapat terus dipertahankan.
Sumber : Aspek Hukum Dalam Bisnis, Neltje F. Katuk

1 komentar: